Penelitian evaluatif mempunyai enam pendekatan yaitu evaluasi berorientasi tujuan, evaluasi berorientasi pengguna, evaluasi berorientasi keahlian, evaluasi berorientasi keputusan, evaluasi berorientasi lawan, dan evaluasi berorientasi partisipan-naturalistik.
Evaluasi Berorientasi Tujuan
Evaluasi berorientasi pada tujuan diarahkan pada mengukur ketercapaian dalam pelaksanaan program atau kegiatan atau mengukur hasil pelaksanaan program/kegiatan. Program yang diukur bisa berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum, pembelajaran, program pendidikan anak berbakat, percepatan belajar, bimbingan konseling, manajemen berbasis sekolah, penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah, dan lain sebagainya. Langkah-langkah evaluasi yang berorientasi pada tujuan:
1)Pemilihan tujuan yang dapat diukur.
2)Pemilihan instrument.
3)Pemilihan desain evaluasi.
4)Pengumpulan dan analisis data.
5)Interpretasi hasil
Evaluasi Berorientasi Pengguna
Evaluasi Berorientasi Pengguna menekankan pada hasil (produk), yaitu hasil yang dapat memenuhi harapan atau memuaskan pengguna. Pengguna di sini adalah orang tua, siswa, dunia industri, dan lain sebagainya.
Evaluasi Berorientasi Keahlian
Evaluasi Berorientasi Keahlian ini menggunakan standar keahlian, diarahkan mengevaluasi komponen-komponen dengan pendekatan standar atau kriteria para ahli.
Evaluasi Berorientasi Keputusan
Evaluasi berorientasi keputusan diarahkan pada proses jenis keputusan yang akan diambil, pemilihan, pengumpulan dan analisi data yang diperlukan untuk menetukan keputusan, dan penyampaian hasil laporan pada penentu keputusan. Stufflebeam (1971) mengembangkan model evaluasi yang komperhensif yang mencakup konteks (context), masukan (input), proses (process), dan hasil (product), yang disingkat dengan CIPP. Dari model tersebut dikembangkan evaluasi berorientasi keputusan.
1)Pengukuran kebutuhan
2)Perencanaan program dan evaluasi masukan
3)Evaluasi implementasi
4)Evaluasi proses
5)Evaluasi hasil
Evaluasi Berorientasi Lawan
Evaluasi ini berbeda dengan evaluasi yang lain, untuk menguji keampuhan suatu program atau kegiatan harus dibandingkan dengan program lain atau standar lain yang berlawanan.
Evaluasi Berorientasi Partisipan-Naturalistik
Evaluasi ini muncul atas reaksi para ahli evaluasi mulai tahun 1967 yang tidak sensitive terhadap evaluasi pendidikan. Pendekatan evaluasi ini bersifat holisti, menggunakan banyak instrument dan data, untuk memperoleh pemahaman yang utuh dari sudut pandang yang berbeda-beda. Karakteristik evaluasi ini adalah:
1)Menggunkan pendekatan holistik
2)Memasukkan dan menjaga pluralisme nilai dan tidak membatasi nilai-nilai tertentu
3)Melaporkan potret utuh
4)Menggunakan pendekatan induktif
5)Menggunkan banyak data yang bersumber dari pendekatan kualitatif maupun kuantitatif
6)Menggunkan desain penelitian yang tumbuh atau berubah
7)Mencatat kenyataan yang beraneka ragam
Dalam evaluasi naturalistrik berkembang pendekatan yang disebut sebagai evaluasi responsif. Evaluasi responsif didasarkan pada apa yang dilakukan orang secara alamiah, bila mereka mengevaluasi sesuatu mereka mengamati dan mereaksi. Stake menggambarkan urutan kegiatan dalam penelitian naturalistik yang bersifat responsive dalam sebuah jam.
Program Evaluasi Responsif
(diadaptasi dari Stake, R.R. 1975)
Pendekatan Campuran
Sebagian ahli berpandangan pragmatis meskipun terdapat perbedaan yang mendasar antara penelitian kualitatif dengan penelitian kuantitaif dan evaluasi kualitatif dan evaluasi kuantitatif, dari pandangan ini muncul model peneilitian campuran (kualitatif-kuantitatif). Penelitian campuran mempunyai lima model, namun yang terkenal hanya tiga model.
1)Model komplementer, menguraikan, mengembangkan, mengilustrasikan,menjelaskan hasil yang diperoleh dari satu metode dengan metode yang lainnya. Bentuk campurannya adalah simultan atau keduanya digunakan bersama.
2)Model pengembangan, menggunakan hasil dari satu metode untuk mengembangkan atau melengkapi informasi bagi metode yang lain, informasi untuk penetuan sampel, teknik pengumpulan data, dan lain sebagainya. Bentuk campuranya adalah parallel
3)Model ekspansi, memperluas lingkup dan memperkaya hasil penelitian dengan menggukan metode yang berbeda untuk mengevaluasi komponen pendidikan yang berbeda, atau untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang beraneka ragam. Bentuk campuranya adalah sekuensial atau paralel.
Berbagai pilihan dari aliran sebuah agama, cara pandang manusia terhadap sesuatu sangat terlihat disini tidak ada kepastian didalamnya. Tuhan memberikan keadaan ini mungkin supaya kita menggunakan apa yang kita punyai untuk menentukan sebuah keputusan. Lalu apakah keputusan yang kita buat itu pasti benar? sejauh mana pemahaman kita tentang agama sangat berperan penting dalam menentukannya keputusan kita, teori-teori dari kitab yang kita punya dengan mengatasnamakan seorang tafsir yang kemudian kita secara perlahan mencerna satu demi satu, membedahnya.
Lalu dimana posisi kita sekarang? sudah sadar hal ini, atau belum berfikir mengenai ini, jawaban ini mungkin akan kita dapatkan setelah waktu kita berhenti , disitu dimana sebuah dimensi lain menunggu kita,.
Semakin lama kehidupan semakin abstrak. Sebenarnya apa yang kita cari didunia yang membuat kita seolah merasa nyaman dengan atau tidak memikirkan apa yang terjadi setelah kehidupan ini. Peran dan keputusan dari agamalah yang bertanggung jawab menjawab pertanyaan ini.
Kurikulum dapat dipandang sebagai
suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan
pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha
mempersiapkan peserta didik untuk terjun kelingkungan masyarakat. Pendidikan
bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan,
keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan
lebih lanjut di masyarakat. Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan
baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi
kehidupan masyarakat pula.
Kehidupan masyarakat,
dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan
sekaligus acuan bagi pendidikan. Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan
muncul manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi
justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun
kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan
harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan
perkembangan yang ada di masyakarakat. Setiap lingkungan masyarakat
masing-masing memiliki-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan
dan pola hubungan antar anggota masyarkat.
Salah satu aspek
penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur
cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut
dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya. Sejalan
dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga
turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan
perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di
sekitar masyarakat. Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997)
mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu,
turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan
datang. Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya
mempertimbankan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial-budaya
dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.
PEMBAHASAN
Percepatan
angka perubahan sosial akhir-akhir ini mempersulit keputusan mengenai tujuan
pendidikan. Sebagai contoh: kesempatan perubahan secara umum yang terjadi dalam
definisi literasi anak-anak dan remaja. Penyelesaian dari tantangan tersebut, kapan
saja itu terjadi dan bisa mempengaruhi program sekolah. Gambaran dari isu literasi
adalah survei sastra tentang hubungan dan efek perubahan dalam institusi
sosial. Yang dimaksud Institusi tersebut adalah” penataan sosial” yang menjurus
dalam tingkah laku pada area penting kehidupan sosial. Perubahan di dalam
institusi tersebut menghasilkan pembelajar dengan latar belakang yang luas dan
berbeda-beda. Pekerja kurikulum dituntut harus bisa menentukan pilihan isi yang
didalamnya ada nilai-nilai terhadap realita sosial budaya.
LITERASI
Dalam
khazanah pembelajaran bahasa, literasi diartikan melek huruf, kemampuan baca
tulis, kemelekwancanaan atau kecakapan dalam membaca dan menulis (Teale &
Sulzby, 1986; Cooper, 1993:6; Alwasilah, 2001).
Pengertian
literasi berdasarkan konteks penggunaanya dinyatakan Baynham (1995:9) bahwa
literasi merupakan integrasi keterampilan menyimak, berbicara, menulis,
membaca, dan berpikir kritis.
James
Gee (1990) mengartikan literasi dari sudut pandang ideologis kewacanaan yang
menyatakan bahwa literasi adalah “mastery of, or fluent control over, a
secondary discourse.” Dalam memberikan pengertian demikian Gee menggunakan
dasar pemikiran bahwa literasi merupakan suatu keterampilan yang dimiliki
seseorang dari kegiatan berpikir, berbicara, membaca, dan menulis.
Literasi
diartikan sebagai mengetahui setelah membaca dan merefleksikan apa yang sudah
dibaca. ( National Assessment Governing Board(NAGB).1992 ).
Ada empat macam dari literasi :
Language Literacy
Kemampuan
berbahasa sudah meningkat sejak permulaan sekolah formal di US Sebagai contoh
pada tahun 1700, orang-orang dianggap terpelajar jika mereka menghasilkan
penandatanganan mereka. Pada tahun 1800 dalam rangka penandatanganan nama
mereka, orang-orang terpelajar tersebut diharapkan paham dari pekerjaan yang
mereka pelajari. Menurut standart literasi, yang diatur oleh US ARMY tahun 1915
orang-orang terpelajar diharuskan bisa mengerti dan menjawab pertanyaan
pemahaman secara harfiah (Butler 1992)
Salah satu pengukuran kemampuan
menulis akhir-akhir ini ditujukan oleh syarat tugas di penilaian dalam
pendidikan. Siswa dikelas ke4,8 dan 12 diminta untuk menunjukkan beberapa tugas
menulis mereka termasuk juga paragraf informatif, persuasi dan narasi. Lebih
lanjut standart ini menunjukkan bahwa murid harus bisa membaca pengalaman
kesusastraan dengan diinformasikan, menampilkan tugas dalam rangka untuk menginterpretasikan,
merespon memberikan reflek pribadi, dan
mendemonstrasikan kritikan dari sudut pandang pribadi (NAGB ,1992).
Pengetahuan
bahasa itu susah dipelajari karena definisinya sangat luas. Wiley 1997 menyatakan
bahwa beberapa individu yang bingung dengan kesusastraan terutama kesusastraan
inggris pada dasarnya bukan dianggab orang berpendidikan. Jika seseorang tidak
berbicara dengan bahasa inggris haruskah orang tersebut dianggab sebagai orang
yang tidak berpendidikan atau orang berpendidikan yang tidak berbahasa inggris
jika setiap orang memiliki kemampuan bahasa inggris yang terbatas apakah mereka
termasuk orang-orang yang berpendidikan ? apakah kelebihan orang-orang sastra?
Pertanyaan tersebut sangat erat kaitanya dengan pekerja kurikulum karena latar belakang
budaya seperti aturan krusial disekolah, penyesuaian diri para imigrant,
pengungsi dan anak-anak minoritas yang lain.
Cultural Literacy
Orang-orang
berkumpul dalam kelompok sosial menurut latar belakang etniknya ,bahasanya ,
agamanya atau kategori yang lain. Hal ini dalam rangka berbagi kepercayaan atau
budaya, kelompok mereka. Harapan umum mengenai bagaimana seharusnya seseorang
bertingkah laku dikenal sebagai norma pengembangan dari interaksi sosial
diantara anggota group. Apa yang semestinya dilakukan untuk anggota group
menjadi kriteria atau nilai yang dipegang oleh kelompok. Sebuah kelompok juga
menciptakan peraturan sosial untuk anggota dalam bermacam-macam posisi diantara
kelompok tersebut ( Eitzen & Baet Zinn, 1998). Secara sederhana, program
sekolah di US fokus pada penyiaran warisan dunia barat dan sedikit
memperhatikan budaya non eropa. Pemerhati multikulturar percaya bagaimanapun sekolah
seharusnya memberikan informasi akurat mengenai budaya non tradisional. Hal
tersebut diharapkan untuk mengurangi prasangka dan mendorong akademik siswa
minoritas. Seharusnya tujuan tersebut direalisasikan sehingga siswa bisa
menuntut kemampuan berbudaya yang lebih besar.
Science Literacy
Orang-orang
dari budaya berbeda tinggal dan bekerja berdampingan dalam penampungan besar
oleh sain matematika dan teknologi. Ilmu pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan,
pemahaman konsep ilmiah dan proses persyaratan untuk membuatan keputusan dalam
hubungannya dengan budaya dan kemanusiaan, serta produktifitas ekonomi.
Permasalahan kelangsungan hidup dan kehidupan berlangsung global adalah pertumbuhan
populasi yang tidak terperiksa, populasi lingkungan dan penyakit.
Pengharapan untuk
pekerja ilmiah termasuk kemampuan seperti berikut ini :
-Teknik variasi
pengetahuan untuk pendekatan dan penyelesaian masalah
-Pemahaman dasar-dasar ilmiah masalah khas matematika
-Kemampuan untuk bekerja dengan yang lain ketika dalam masalah
-Kemampuan untuk mengatasi masalah secara terbuka, karena kebanyakan masalah dunia nyata tidak cocok dengan
formulanya.
Information
Literacy
Kemampuan berinformasi bisa juga disebut
kemampuan mengevaluasi,analisa
dan mengaplikasikan
kritik pikiran untuk penggunaan informasi
( Holloway, 1997; Lenox & Walker, 1994). Media menyediakan informasi
penting fiksional dan nyata bagi anak dan pemuda pada topik-topik termasuk
etnik grup, kebudayaan, gender, agama, hubungan antar grup, perubahan demographic,
kepentingan pemerintahan dan lungkungan. Informasi yang disampaikan
menyediakan sebuah interpretasi seperti
yang dibicarakan. Media
membantu anak dan remaja melalui pengulangan tema, interpretasi dan pilihan
kata. Dengan kata lain media membantu, mendorong, dan memodifikasi nilai-nilai siswa dan tingkah laku
melalui proses demokrasi, produk aksi sosial dan aktivitas lainya. Melalui
pengulangan penggunaan tema tertentu serta ide-ide, media membantu siswa dan menyediakan
teladan untuk tindakan. Karena
kepopuleran media, anak
dan remaja butuh pendamping dalam memahami informasi. (
Cortes, 1992).
LEMBAGA
SOSIAL
Lembaga
(institution) adalah suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan atau
kegiatan oleh masyarakat yang dianggap penting, atau secara formal, sekumpulan
kebiasaan dan tata kelakuan yang berkisar pada suatu kegiatan pokok manusia.
Lembaga selalu merupakan sistem gagasan dan perilaku yang terorganisasi yang
ikut serta dalam perilaku itu. (Horton dan Hunt, 1999:243)
1.Lembaga-Lembaga
Sosial Dasar
Lembaga sosial memiliki pengaruh yang sangat
besar bagi masyarakat yaitu sebagai sarana untuk mencapai tujuan dalam
pemenuhan kebutuhan. Ada lima lembaga dasar yang penting dalam masyarakat yang
kompleks, yaitu lembaga keluarga, keagamaan, pemerintahan (politik),
perekonomian, dan pendidikan.
a.Lembaga
Keluarga
Keluarga
merupakan kelompok terkecil dalam suatu masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu
dan atau tanpa anak (keluarga batih).Lembaga keluarga pasti memiliki nilai
dan norma yang dianut didalamnya.Fungsi
sosialisasi, keluarga melakukan sosialisasi atau mengenalkan anggota keluarga
mengenai nilai dan norma yang terdapat di dalam masyarakat sebelum terjun
langsung ke dalam masyarakat tersebut.Fungsi penentuan status, melalui
keluarga, seseorang akan mendapat pengakuan status dari masyarakat dan peran
yang akan ia sandang ketika terjun langsung ke dalam lingkungan masyarakat.
b.Lembaga
Pendidikan
Pendidikan merupakan
salah satu aspek yang sangat penting dalamkehidupan. Dengan
pendidikan, kita sebagai makhluk yang berakal akan mengetahui hal-hal yang
belum pernah diketahui. Awalnya fungsi lembaga pendidikan dijalankan sendiri
oleh keluarga mengenai pengajaran nilai, norma dan berbagai macam pengetahuan
di dunia luar. Dalam masyarakat yang masih sederhana, pengajaran hanya sebatas
memberikan pengetahuan mengenai cara bertahan hidup atau memenuhi kebutuhan
pokok, seperti pengajaran mengenai cara bercocok tanam atau bagaimana meramu
makanan. Seiring dengan perkembangan zaman, keluarga mulai menyerahkan fungsi
lembaga pendidikan pada sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Keluarga
sendiri masih melaksanakan fungsi tersebut walaupun hanya mengenai hal-hal yang
mendasar, seperti cara makan, bertutur kata yang baik pada orang lain, karena
keluarga sendiri merupakan lembaga pendidikan informal.
c.Lembaga
Agama
Menurut
Emile Durkheim, agama adalah suatu sistem terpadu yang terdiri atas kepercayaan
dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci dan bahwa kepercayaan serta
praktik tersebut mempersatukan semua orang yang beriman ke dalam suatu
komunitas moral (Kamanto Sunarto, 2004: 67). Fungsi lembaga agama meliputi
mempersatukan komunitas dengan semangat persaudaraan, peningkatan kohesi dan
solidaritas sosial, menerapkan ajaran yang diperkenankan agama, dan memberikan
penafsiaran-penafsiran untuk membantu menjelaskan keadaan linkungan fisik dan
sosial seseorang.Lembaga
agama memiliki hubungan dengan lembaga-lembaga sosial yang lain. Seperti
hubungan lembaga agama dengan pendidikan, agama juga memberikan pengetahuan
dalam hal ini pengajaran atau pendidikan kepada para pengikutnya. Misalnya
bagaimana cara melakukan ritual peribadatan yang baik.
d.Lembaga
Ekonomi
Lembaga ekonomi ialah pranata yang
mempunyai kegiatan bidang ekonomi demi terpenuhinya kebutuhan masyarakat.
Perdagangan mulai lahir ketika orang mulai menginginkan hasil produksi orang
lain. Lambat laun proses pertukaran memilih standar tertentu, diatur, dan
diperkirakan sehingga dianggap perlu dikembangkan. Lembaga ekonomi lahir pada
saat orang mulai melakukan barter secara rutin, membagi-bagi tugas, dan
mengakui adanya tuntutan seseorang terhadap orang lain. Atas dasar tersebut
pula, suatu lembaga ekonomi tidak dapat terlepas dari tiga pokok dalam bidang
ekonomi yaitu kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi. Fungsi lembaga ekonomi
secara umum adalah untuk mengatur hubungan antar pelaku ekonomi dan
meningkatkan produktivitas ekonomi semaksimal mungkin sehingga orang dapat
memenuhi kebutuhannya. Dalam hal ini fungsi ekonomi akan diperinci menjadi dua
bahasan, yaitu fungsi manifes dan fungsi laten.
Salah satu fungsi laten dari seluruh lembaga ekonomi-pemerintahan
modern ialah merusak kebudayaan tradisional. Kebiasaan kepemilikan hak tanah,
kepercayaan agama, organisasi keluarga, tempat pemukiman, dan banyak lagi pola
kehidupan sosial yang sudah mapan mengalami perubahan sebagai akibat
perkembangan industri. Mobilitas sosial dirangsang dan salah satu
konsekuensinya ialah meningkatnya anomi (kekaburan norma) dan alienasi (rasa
keterasingan).
e.Lembaga
politik
Menurut
Kornblum, lembaga politik adalah seperangkat aturan-aturan dan status yang
mengkhususkan diri pada pelaksanaan kekuasaan dan wewenang. Contoh dari lembaga
utama di bidang politik yang diajukannya ialah eksekutif, legilatif, yudikatif,
mliter, keamanan nasional, dan partai politik.
Karakteristik
lembaga politik meliputi: adanya komunitas manusia yang secara sosial hidup
bersama atas dasar nilai-nilai yang disepakati bersama, adanya asosiasi atau
pemerintah yang aktif, asosiasi tersebut melaksanakan fungsi-fumgsi untuk
kepentingan umum, dan asosiasi tersebut diberi kewenangan jangkauannya hanya
dalam teritorial tertentu.
Fungsi-fungsi
lembaga poltik yaitu, fungsi pemaksaan norma (enforcement norms), fungsi merencanakan dan mengerahkan (planning and direction), fungsi
menengahi pertentangan kepentigan (arbitration
of conflicting interest), dan fungsi melindungi masyarakat dari serangan
musuh dari luar.
C.PENGAPLIKASIAN
PADA PROSES KURIKULUM
Tidak
hanya perubahan yang lain tapi perubahan sosial-budaya juga membutuhkan tempat,
tapi perubahan berlanjut terjadi lebih cepat dari yang pernah ada sebelumnya.
Pada bagian ini menggambarkan implikasi pada pembelajaran sosial-budaya untuk
proses pengembangan, penggunaan dan evaluasi proses kurikulum.
1.Pengembangan
Pertumbuhan menuntut orang-orang pintar dirumah, ditempat kerja dan
didalam komunitas yang menyarankan bahwa usaha harus diakui sebagai perubahan
sosial-budaya
a.Pemilihan
Tujuan dan Isi
Pengembangan kurikulum , kususnya mereka-mereka yang fokus terhadap
perubahan sosial- budaya, kadang-kadang memilih tujuan mereka dengan menyiapkan
orang-orang untuk hidup dalam perubahan dunia secara cepat’. Reformasi sosial
sebagai tujuan pendidikan berarti bahwa sekolah benar-benar berubah bentuk
dalam bidang sosial. Masyarakat individu sadar akan potensi mereka sebagai
anggota grup dalam konsep kurikulum yang berorientasi pada
relevansi-rekonstruksi.
b.Aturan
Penelitian Untuk Pengguna Kurikulum
Pembelajaran sosial dan budaya menyatakan bahwa peningkatan kesulitan
untuk pengguna ruangan kelas dan guru untuk menolak pekerjaan lain di luar
kelas.
Pembelajaran tersebut juga menyatakan bahwa guru seharusnya mempunyai metode
interaktif pada penyampaian kurikulum. Dengan generasi siswa untuk space-age,
teknologi, kecepatan pembelajaran seharusnya memberi tantangan pembelajar untuk
mengunakan video game dan teknologi koputer lain
2.Kegunaan
Bahkan ketika isi kurikulum berlanjut sebesar subyek masalah,
pembelajaran sosial dan efek budaya diruang kelas digunakan sebagai
pertimbangan. Komunikasi yang efektif antara pendidik, warga masyarakat, dan
siswa adalah syarat untuk pemahaman dan pengaturan perubahan sosial tersebut.
Orang –orang, waktu dan sumber uang disyaratkan dalam rangka persetujuan
perubahan sosial.
3.Evaluasi
Kurikulum merubah pengakuan dan pembelajaran sosial-budaya yang
berakibat pada evaluasi mungkin melibatkan kemampuan penekanan model masalah/
pemecahan masalah. Jika tujuan dominannya adalah’ Pengolahan pencapaian
kognitif’ Instrumen evaluasi meliputi test, scala/ portofolio yang mungkin
digunakan.
KESIMPULAN
Sosial dan budaya mengubah isu-isuyang muncul tentang bentuk dan tanggung jawab literasi untuk
perkembangan pembelajaran. Rumah dan tempat kerja memerlukan tambahan
literasiseperti apa yang diperlukan
beberapa tahun yang lalu. Sebuah pertanyaan yang utama adalah” Siapa yang
melakukan perkembangan ini?”.
Lembaga-lembaga sosial yang biasanya melayani di setiap persoalan kini
telah berubah dengan cara hanya mencegah persoalan seperti yang mereka lakukan
di generasi yang lalu. Perubahan teknologi menghasilkan perubahan structural di
perekonomian yang sangat mengubah perkotaan dan area geografi, sabagai hasil perekonomian
dan perubahan sosial lainnya, keluarga, agama, dan pendidikan mempunyai
perjalanan di setiap perubahan.
Sensus data mengindikasikan bahwa populasi umur sekolah mengalami
kemerosotan dan penyempitan. Peningkatan jumlah dari minoritas anak-anak,
beberapa mereka tidak dapat berbicara inggris kususnya dikelas. Kebanyakan
anak-anak umur sekolah seperti menjadi terkucil dirumah dengan orang tua
mereka. Di beberapa kasus, orang tua tidak mampu membantu anak-anak mereka
dikarenakan dari latar belakang pendidikan yang lemah.
Belajar dari sosial dan budaya mempengaruhi semua proses kurikulum
tetapi lebih terutama pada criteria pembahasan tertentu. Pengembang memilih
kenyataan sosial karena pendidikan membawa kebanyakan tanggung jawab untuk
menghasilkan orang-orang yang berlitersi.